Menutup Juli dengan Sempurna! Pemanjatan Tebing Sumbing Gunung Kelud, 31 Juli 2022

Judulnya memang "Pemanjatan Tebing Sumbing Gunung Kelud", tapi menapakinya aku hanya mengandalkan kemampuan skill SRT (Single Rope Technique), 31 Juli 2022, maka kegiatan ini layaknya menutup bulan ini dengan sempurna.

Perjalanan dimulai dari rumah jam 2 siang lebih 5 atau 7 menit, hari Sabtu tanggal 30 Juli 2022, tanggal merah 1 Muharram 1444 H. Diawali dari mampir di ATM dan SPBU terdekat dari rumah menuju ke lokasi. Bermodal google-map digenggaman, aku mencari jalan dari penataran menuju gerbang wisata Gunung Kelud yang paling dekat. Sepeda motor yang memuat tubuhku dan ransel ukuran 45 liter, melewati jalan bebatuan, berpasir, menyeberang sungai-sungai kecil, menanjak, menukik tajam, dan satu-dua turunan yang cukup ekstrim. Sepeda motor kuhentikan sampai di musholla kecil sebelah kiri jalan beberapa meter sebelum pintu masuk Gerbang Wisata Gunung Kelud untuk menunaikan sholat ashar. Kutengok jam tangan, waktu tempuh tidak mencapai 50 menit dari rumah.

Selepas sholat, kulanjutkan kembali perjalanan menuju Gerbang Wisata Gunung Kelud. Beberapa saat sebelumnya, aku sudah mengantongi info oleh Kribs atau Lupus bahwa password untuk masuk loket tanpa bayar adalah dengan cukup menyebutkan "tim panjat", maka sepanjang jalan melewati portal-portal petugas wisata, password tetap kugunakan, alhasil lolos sampai camp. Sepeda motor kuparkir dekat gazebo terakhir sebelum menanjak menuju Tebing Sumbing. Masih jam 3.30 sore, anak-anak pasti masih ditebing, pikirku saat itu. Saat kutaruh helm dan ransel diatas motor, dari kejauhan samar-samar terlihat 3 pemanjat YEPE sudah turun dari tebing dengan ketinggian yang beragam.

Orang pertama yg sampai dibawah sekaligus orang pertama yg kusalami adalah Haerul atau lebih sering disapa Kribs, setelah itu menyusul Ajad, dan terakhir Iqbal atau Lupus. Senyum lebar kubagikan pada mereka; luar biasa anak-anak muda ini. Kalo muhrim pasti sudah kupeluk satu-satu, hehe. Mereka disambut kerumunan wisatawan lokal, bahkan beberapa dari mereka mengajak foto bersama. Mantap! Udah kayak artis. Ketiga anak ini kemudian menggiringku ketempat camp yang berada diterowongan, lebih tepatnya pada pintu kecil disisi selatan dari terowongan utama. Sambil melepas lelah, kami mengobrol banyak. Bercerita tentang pencapaian pemanjatan mereka hari ini. Baru hari kedua pemanjatan, dan mereka telah menyelesaikan "top". Masyaa Allah.. 

Pada waktu maghrib, Taufik datang dengan mengendarai sepeda motornya juga. Menambah keramaian tim kecil ini. Sambil memasak makan malam, ibadah, serta menunggu Deny datang, kami membicarakan banyak hal. Angin dingin mulai menyapa kami. Taufik dan aku berinisiatif mencari kayu bakar dan membuat api unggun didepan camp kami. Beruntung malam itu ada rombongan satu mobil datang dengan diantar mbah Dul selaku juru kunci pintu portal terakhir. Dari mbah Dul kami memperoleh informasi dimana menemukan kayu bakar dan tetesan air jika persediaan air kami habis. Kayu bakar berupa bambu-bambu lapuk kami peroleh dari gazebo yang hampir roboh beberapa ratus meter dari camp. Dari sedikit kayu tersebut, malam ini setidaknya menambah kehangatan dan durasi moment obrolan kami. Api unggun, bintang berkerlip terlihat jelas di langit, Tebing Sumbing terlihat jelas diremang malam, angin ketinggian semilir melewati lembah-lembah Gunung Kelud, dan kami berhimpun diantaranya. Hampir tengah malam akhirnya kami putuskan untuk menyudahi obrolan, selanjutnya kembali ke tenda untuk beristirahat.

31 Juli 2022, alarm berbunyi pukul 5 pagi. Deny, Kribs, dan Ajad bergegas bangun dan beranjak ke bawah untuk parkir mobil dan mengisi daya baterai telfon genggam masing-masing. Sambil menunggu, Deny menyempatkan diri untuk menyantap sarapan; pecel tumpang. Ketika Deny menawarkan kepada kedua orang temannya untuk ikut makan pagi, mereka hanya menjawab bahwa; logistic masih tersisa banyak dan Lupus akan menyediakan sarapan untuk mereka di camp. Disaat yang bersamaan, ditempat camp, aku dan Taufik terbangun pukul 6.30 pagi karena suara sepeda motor yang lewat didalam terowongan utama. Saat itu kami memutuskan keluar dari tenda dan berjalan-jalan disekitar camp sambil melihat-lihat pemandangan. Saat kembali ke camp, Lupus yang baru saja terbangun dari tidurnya langsung kutanya; “Pus, masak apa pagi ini?” dan ia pun menjawab “Nantik aja mbak, anak-anak biasanya nggak sarapan.” Kemudian aku mengangguk menanggapinya.

Selang beberapa menit setelah itu, Deny, Kribs, dan Ajad kembali ke camp dengan sepeda motor trail. Riang gembira kelihatanya. Kribs selaku coordinator dari tim ini menawariku untuk ikut naik. Bermodal nekat, aku pun menjawab setuju. Kribs memberikanku satu set alat untuk ascending-descending lengkap. Deny memimpin doa sebelum kami berangkat menuju titik start. Sesampainya di kaki tebing, Deny menjadi orang pertama yang naik. Disusul Kribs. Orang ketiga adalah aku. Kemudian Taufik, Lupus, dan Ajad sebagai orang terakhir yang naik. Pukul 8.30 waktu itu.

Selain aku, tentu mereka berlima adalah anak-anak muda berbakat dengan minat yang luar biasa pada kegiatan ini. Dibuktikan dengan beberapa sertifikat vertical activity yang telah mereka kantongi. Usia muda, kesempatan yang memadai, latihan dan gemblengan yang luar biasa dari para pelatihnya, semangat juang dan jiwa korsa yang kuat, bahkan banyak lagi faktor yang membuat mereka ada dimana saat ini mereka berpijak. Satu hal yang pasti, aku merasa bersalah karena cukup menghambat perjalanan mereka saat itu. Sudah lama tidak berkegiatan di ketinggian dengan seutas tali, membuat nyali ini menciut dan serangan panic kerap menghampiri. Sering kali kupakai kata; “sabar yo rek, wong tuwek iki (sabar ya, orang tua ini)” kepada mereka karena lamanya durasi yang kuperlukan untuk melewati jalur-jalur tali.

Sekitar pukul 4 sore semua personel sudah turun dari tebing, demikian juga dengan semua peralatan pemanjatan. Kami bergegas kembali ke camp; mengamankan lambung, kata mereka. Sore itu, Lupus bertugas memasak nasi. Sebelum mengolah sayur dan lauk yang tersisa, aku memanaskan air untuk membuat 4 gelas minuman hangat. Sembari menunggu masakan matang, personel tim lainnya mulai menghitung dan menge-list peralatan. Menjelang sore, Deny dan Ajad pergi ke parkiran mobil agar mobil dapat digeser ke lokasi camp. Cukup lama kami menunggu mereka datang untuk bersama menyantap sarapan kami malam itu. Nasi, sop sayur, tumis kacang, orak arik telur, dan telur asin menjadi menu penutup kegiatan pemanjatan Tebing Sumbing Gunung Kelud dalam rangka pengembaraan Kribs dalam memperoleh NRP YEPE.

Setelah dirasa cukup dalam menyantap makanan, kami berbagi tugas; aku dan Taufik kembali mencari kayu bakar, Kribs, Ajad, Deny, dan Lupus bergegas mengemasi peralatan panjat untuk dimasukkan kedalam mobil. Cukup jauh aku dan Taufik mencari kayu dengan berjalan kaki. Sekembalinya kami ke camp, anak-anak sudah selesai, terlihat Lupus sedang mencuci peralatan masak dan makan menggunakan air galon dan rumput. Ajad menyalakan api. Begitu api unggun menyala cukup besar, kami merapat untuk menghangatkan diri. Obrolan kami mengalir begitu saja. Aku mungkin sudah lupa apa saja yang kami bicarakan. Selain Kribs dan Taufik, baru pada moment kegiatan ini aku pertama kali bertemu Lupus, Ajad dan Deny yang berasal dari Batra 34. Berjarak 10 angkatan sejak pertama kali aku tergabung dengan YEPE. Meskipun baru bertemu secara langsung, aku merasa seperti telah mengenal mereka cukup lama.

Kayu telah habis kami gunakan, meninggalkan bara dan api yang mengecil disela-selanya - dimana semakin lama semakin menghilang. Saat api terakhir habis, kami memutuskan masuk tenda untuk beristirahat. Pukul 10.50 malam. Kami berencana bangun dan berkemas pukul 5 pagi dan keluar dari wilayah kaldera Gunung Kelud saat pintu portal dibuka pukul 06.00 esok hari.

Comments